Selasa, 15 Juli 2014

Cerita Mama Tentang Bapak/Ibu Guru

Untuk Bapak/Ibu Guru se-Indonesia...

Saat saya kecil, Mama saya selalu mengatakan ilmu itu amat berharga dalam hidup sehingga Saya harus sekolah bahkan menjadi anak yang berprestasi sesuai harapan orangtua saya. Yang saya tangkap saat saya kecil, pasti sekolah itu menyenangkan. Benar adanya, saat di TK saya amat senang. Tanpa beban apapun dan mendapatkan ilmu baru setiap harinya.
Bapak/Ibu Guru yang menjadi pendidik anak TK sangat memiliki kesabaran dan inovasi didalam mengajar. Ilmu-ilmu tersampaikan dengan cara menyenangkan dan saya menerimanya dengan mudah.

Saat saya mulai beranjak SD, Mama saya mulai menceritakan bagaimana sekolah itu sebenarnya, mulai dari guru, pertemanan, dan pelajaran. Mama saya menceritakan bagaimana guru di masa itu. Sangat disiplin dan peduli terhadap murid. Mama saya menceritakan Kakek saya yang notabene-nya adalah seorang guru. Beliau merupakan guru matematika. Banyak sekali murid yang mengeluh matematika adalah pelajaran yang susah. Namun bagi Mama saya dan saudara-saudarinya, tidak seperti itu. Kakek saya adalah tipe guru yang disiplin dimana saat mengajar murid harus benar-benar memperhatikan dan harus sampai mengerti. Kakek saya amat jarang 'memukul' murid. Tapi menurut cerita Mama saya, di masa tersebut guru-guru yang seperti itulah yang membuat banyak murid sukses. Di masa itu, banyak guru yang 'memukul' murid supaya murid taat aturan dan rajin belajar. Dan semua murid menuruti itu sehingga banyak yang sukses karena cara mengajar yang seperti itu. Mama saya salah satunya.
Akhirnya saya merasakan hal tersebut. Dari kelas satu hingga kelas empat semua guru rata-rata mengajar dengan cara biasa ditambah omelan bila kita tak mengerti. Di kelas lima, ada guru orang flores yang sama persis dengan cerita mama saya. Beliau mengajar dan kita harus benar-benar mengerti, bila tidak beliau terkadang memukulkan penggaris ke tangan murid yang dikuncupkan (pukulan tersebut amat wajar dan tidak menyebabkan luka). Saya merasakan itu juga. Saya mengerti bagaimana Mama saya berhasil memahami pelajaran karena 'pukulan' itu. Hal yang sama saya alami di kelas enam, ada guru orang batak yang mengajar seperti itu. Bedanya beliau dengan cubitan (cubitan tersebut amat wajar dan tidak menyebabkan luka). Saya juga mengalami itu, saya lagi-lagi berhasil mengerti.
Bapak/Ibu Guru di SD mulai lebih mengharapkan murid cepat paham pelajaran sehingga terkadang menggunakan cara omelan atau pukulan dan hal itu saya anggap wajar. Karena mereka beralasan dan berniat membuat kami disiplin dan mengerti pelajaran.

Saat saya masuk SMP, Mama saya mulai menceritakan mengenai Masa Orientasi Siswa. Di masa Mama saya, MOS terkesan senioritas. Dan benar, di masa saya MOS SMP di SMP lain senior selalu 'mengerjai' juniornya. Banyak sekali berita kekerasan dsb di berita mengenai MOS.
Untungnya, hal itu tidak terjadi pada saya. Semua yang saya alami di MOS SMP sangat wajar dibanding di sekolah-sekolah lain. Saya tak mengalami sedikitpun kekerasan ataupun 'dikerjai' senior. Ini lebih terlihat seperti ajaran baris-berbaris, pengenalan sekolah, sopan santun, dsb. Saya senang akan hal itu.
Mama saya juga menceritakan mengenai pelajaran-pelajaran yang mulai menyulit, hal tersebut terbukti karena Mama saya terkadang tidak bisa mengajari saya tentang pelajaran. Tapi sisi positif yang Mama saya ceritakan, di SMP adalah saat dimana harus aktif berorganisasi untuk pengalaman dan berteman.
Saya menjalani SMP saya dengan amat enjoy walaupun pelajaran menyulitkan (terkadang). Di SMP saya menemukan guru yang menggunakan cara inovatif lagi. Suka mengajar dengan penganalogian yang menarik. Banyak guru juga yang lebih menjelaskan praktek sehingga kemungkinan ingat akan lebih besar. Tapu saya menemukan lagi guru yang menggunakan 'pukulan' demi kedisiplinan (pukulan tersebut amat wajar dan tidak menyebabkan luka). Saya pernah mengalaminya karena catatan saya tidak lengkap. Saya akui 'pukulan' itu membuat saya mencatat. Saya mulai aktif juga di organisasi (OSIS) dan ekskul. Benar apa yang Mama saya bilang, di masa SMP saatnya belajar dan bersosialisasi. Belajar tidak terlalu membebani sehingga bersosialisasi dan berorganisasi menjadi salah satu hal mengasyikan.
Bapak/Ibu Guru mengajar anak SMP cenderung menggunakan praktek karena remaja lebih menyukai hal itu, namun juga lebih tegas untuk mendidik dengan cara 'memarahi' atau 'memukul'. Bapak/Ibu Guru juga mulai menerapkan 'sedikit berbicara namun berharap pada murid', ini maksudnya murid diharapkan dan diajarkan harus lebih aktif dalam pelajaran. Dan teknologi mulai digunakan disini, seperti proyektor dll.

Mama saya mulai menceritakan hal negatif di SMA mulai dari pergaulan hingga kerasnya hidup. Dimana pergaulan di SMA lebih bebas dan lebih luas, disini kita dituntun lebih dewasa dalam memilah. Kerasnya hidup mulai terlihat karena 'pembeda' disini mulai diperhitungkan. Mama saya juga banyak sekali menasehati saya bahkan Mama saya meneruskan kata bijak dari Kakek saya. Awalnya, saya seperti bertanya kenapa dari masa ke masa semua pembicaraan Mama saya berubah.
Sebelumnya saya TK di swasta umum, SD dan SMP di swasta berbasis agama, dan SMA di negeri. Semua pendidikan yang saya alami seperti berubah 180 derajat. Dimana di masa-masa sebelumnya, semua yang diajarkan oleh guru adalah materi pelajaran yang sangat berguna bagi saya. Bapak/Ibu Guru yang saat ini saya sadari kehadirannya sangat amat berjasa bagi saya. Beliau-beliau mengajari saya dengan sabar dan teramat baik. Materi yang diberikan juga saya pahami secara keseluruhan, mungkin beberapa materi masih saya ingat jelas. Di SMA ini, saya merasa 'tidak bersekolah'. Materi pelajaran terasa seperti angin lalu dan juga Bapak/Ibu Guru 'tak terlalu peduli murid'. Susah mendeskripsikan ini semua, tapi bagi Anda yang bersekolah di swasta atau terlebih di sekolah swasta berbasis agama (khususnya yang saya alami sekolah katolik), saya merasakan sangat berbeda. Pergaulan mulai memandang status sosial, ras, agama, suku, cantik/tidak, ganteng/tidak, dsb. Banyak teman-teman saya yang mengeluh, termasuk saya. Sedikit penesalan ada di hati saya saat ini karena masih merasakan ketidakpuasan dengan layanan pendidikan sekolah negeri di Indonesia ini. Sekolah negeri terkesan favorit karena memudahkan masuk PTN dsb. Sekolah negeri terkesan berisi generasi penerus bangsa yang cemerlang terlihat dari NEM murid yang tinggi. Saya rasa banyak orang 'tertipu' akan hal itu, begitu juga saya.
Bapak/Ibu Guru terkesan 'malas' mengajar murid, 'memukul' murid tanpa alasan yang jelas karena emosinya semata, atau bahkan Bapak/Ibu Guru yang hanya 'mengharapkan gaji dan uang'. Itu semua memang negatif, tapi masih ada yang positif. Di sekolah saya untungnya masih ada guru yang berintegritas tinggi dan berniat memang benar adanya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Cara Bapak/Ibu Guru mengajar disini mengharapkan murid yang 100 persen mempelajari dan menanyakan yang tidak mengerti ke guru tersebut dan menambahkan sedikit penjelasan.

Saya saat ini cukup prihatin akan pendidikan di Indonesia. Bapak/Ibu Guru yang diceritakan Mama saya nampaknya sudah mulai berkurang jumlahnya. Dimana mereka benar-benar berniat mencerdaskan generasi muda dan peduli atau benar-benar sayang bahkan menggap anaknya sendiri. Gaji mereka tidak seberapa, namun semangat ajar mereka sangat membara. Mereka mengharapkan Siswa/Siswi yang berhasil tersebutlah yang membuat martabat dan berkat mereka bertambah. Saat ini, citra Bapak/Ibu Guru yang awalnya adalah Pahlawan Tanpa Tanda Jasa berubah menjadi Bapak/Ibu Guru yang mengajar karena itu adalah profesi mereka dan mereka mengharapkan uang dari situ. Jadi apa yang diajarkan terkesan tidak tulus. Saya sangat sedih bila membandingkan apa yang Mama saya jelaskan secara rinci dengan kondisi saat ini.
Saya sangat mengharapkan Bapak/Ibu Guru baik mengajar di sekolah swasta ataupun negeri, Bapak/Ibu Guru yang mendapatkan gaji besar ataupun kecil, tolong cintai dan peduli kepada kami, mengajar dengan ikhlas dan semangat membara, dan kembali menjadi Pahlawan Tanpa Tanda Jasa. Percayalah, bila itu terjadi maka kami Siswa/Siswi akan lebih ikhlas dalam belajar, bahagia menerima ilmu, dan mencintai Bapak/Ibu Guru. 

Terimakasih Bapak/Ibu Guru, semua pengorbanan dan ilmu yang kalian berikan benar-benar membuat saya 'hidup'. Doakan di masa depan, kami menjadi sukses dan nantinya membawa berkat bagi sesama agar generasi penerus bangsa benar-benar unggul.

Tidak ada komentar :

Posting Komentar